Monday, September 24, 2012

JUJUR - STAY TRUE WITH YOUR SELF


JUJUR…. STAY TRUE!!
Meski saya sering banget ngomong ke teman-teman untuk jangan takut pada segala tantangan, dan tetap percaya diri, namun praktiknya memang nggak mudah untuk dilakukan. Kadang saya sendiri masih susah banget untuk bisa menerapkannya. Mungkin bukan cuma takut dengan orang lain, tapi lebih parahnya lagi takut sama diri saya sendiri. Takut sama ketakutan yang saya ciptakan sendiri, kayak takut nggak bisa maksimal, takut mengecewakan, dll. Lewat tulisan ini, saya akan sedikit berbagi tentang ‘secuil’ cerita di balik pengalaman saya dalam sidang skripsi yang baru saja saya lewati.
Saat diumumin dengan nilai yang diperoleh, saat itu yang ada di kepala saya , Gosh!! Berarti setelah ini masih banyak perjuangan yang harus diperjuangkan. Tidak cukup sampai disini. Ekspektasinya mungkin cukup besar, padahal belum jelas juga arahyang akan saya tempuh.
Saya sadar banget saat itu, kalo saya harus melakukan persiapan yang lebih matang. Tapi di saat yang sama saya udah kebayang bahwa saya ga bisa seluasa sebelumnya kali ini. Karena saya saat itu masih dalam keadaanyang galau, karena ketika itu jadwal ujian saya mungkin bisa hari selanjutnya, tapi saya yang meminta untuk maju, entah dorongan apa yang membuat saya ingin mmemajukan hari sidang. habis itu masih ada tugas tugas yang numpuk, dll. Di sisi lain saya sadar banget, kalo saya mau dapet nilai cakep saya harus prepare jauh lebih baik, khususnya untuk sidang. Sejak menginjakkan kaki di bangku universitas terus terang saya paling takut di komponen karya tulis ilmiah. Karena saya sendiri menyadari, bahwa saya ga terlalu bagus untuk menulis ilmiah, metode penelitian juga masih kurang, dll. Apalagi dalam berbahasa arab, uslub saya masih berantakan, Paper saya sebelumnya dalam tugas materi kuliah, saya nilai agaklah berantakan, banyak lompatan berpikir, struktur ga jelas, dll. Topiknya sendiri terus terang saya juga kurang klik.

Akhirnya setelah mikir-mikir dan diskusi, kepikiran untuk mengubah outline (isi) makalah saya, dengan topik yang baru dan gagasan yang baru juga. Sesuatu yang saya pikir lebih saya kuasai, sukai, dan yakini. Namun, karena saya harus tahu justifikasi ilmiahnya, saya harus kosongkan lagi gelas pikiran saya. Artinya mulai dari Nol lagi. Saya ngabisin sekitar satu minggu untuk baca jurnal-jurnal atau buku yang terkait sama apa yang saya tulis. Senang banget rasanya baca bahan, dan nemuin justifikasi dari asumsi-asumsi saya yang udah hinggap di kepala entah berapa lama. Nikmat banget baca jurnal-jurnal ini. Sampe akhirnya saya sadar, kalo waktu saya untuk ngumpulin skripsi semakin dekat.
Saya masih ingat banget, sekitar dua hari sebelum batas waktu target saya daftar sidang skripsi, saya masih belum nulis apa-apa. Apa yang ada di kepala saya meluap setelah membaca banyak selama seminggu belakangan, dan saya sadar waktu yang tersisa tinggal sedikit untuk menuliskan itu semua. Saat itu saya baru sampai di halaman ke 50 dari 4 bab yang harus saya tulis.  Malamnya saya panik, dan sempat berkecamuk untuk menyerah melanjutkannya. Saya sempat mikir, mungkin akan lebih strategis jika saya ngerevisi makalah yang ditulis waktu awal saya seminar proposal skripsi , dan sebelum saya mengajukan revisi ke dospem. Denganoutline yang sangat sederhana. Toh, saya juga tahu apa yang harus direvisi untuk bikin itu jadi lebih baik, dan waktu satu hari rasanya lebih startegis jika digunakan untuk melakukan hal tersebut, dibandingkan menulis sesuatu yang benar-benar baru. Dalam kondisi seperti ini, resikonya lebih besar, karena saya harus berjuang untuk menyelesaikan kurang lebih 20-30 halaman lagi hanya dalam satu hari, dan saya nggak akan punya waktu untuk membaca kembali(proofreading) terhadap apa yang saya tulis, apalagi meminta bimbingan pada dosen. Begitu pikir saya.karena saya punya target, tanpa terasa target itu sendiri sudah terlewati, tidak biasanya bagi saya melampaui target yang sudah saya susun.
Namun saya sadar, dalam kondisi seperti ini, saya nggak bisa memendamnya sendiri, dan harus mencurahkannya kepada teman-teman yang lain.
Tapi juga nggak sedikit yang bilang, untuk tetap doing what I love. “Kalo kamu suka, pasti kamu akan mati-matian menyelesaikannya. Kalaupun hasilnya nggak maksimal, at least pas presentasi nanti kamu bisa come out as who you are”.
Tiba-tiba saya sadar, oh, kemana saya yang selama ini selalu bilang “stay true to your self!”? Kenapa di saat kayak gini saya sempat-sempatnya jadi pragmatis, dan melupakan hal yang justru jadi nilai yang penting buat saya. Jujur sama apa yang saya suka. Dan akhirnya saya memilih untuk ngerjain itu mati-matian selama  1 hari, (dengan pulang ke tempat asal saya, pondok domisili saya). Tanpe sepengetahuan dospem. Tiba-tiba mukjizat datang, katanya jadwal perginya dospem saya mendadak tidak jadi, karena ketika itu juga terpikir oleh saya mengejar keberadaan dosen di kediamannya. Di saat itu, saya tahu bahwa selalu ada pertolongan dari Allah, ketika saya sendiri juga berusaha untuk ikhlas sama apa yang saya kerjain.
Singkat cerita, datanglah hari Sabtu, 28 Juli 2012 dan tiba saatnya bagi saya untuk mempresentasikan apa yang saya tulis. I am so lucky to be surrounded by people who always support me. Teman-teman di ISID yang bantuin banget selama proses ini, ngasih saya masukan, kritik, nemenin belajar, dll. Especially for my best lecturer, dosen pembimbing yang sangat sangat brilliant, Sampe akhirnya waktu presentasi datang, dan saya benar-benar senang, karena (meskipun masih banyak kekurangan di sana sini), saya bisa performed my best. Saya bisa ngejawab pertanyaan penguji dengan baik saat itu (menurut saya), dan performed passionately, karena yang saya sampein di makalah bukan sekedar tugas karya tulis ilmiah untuk sebuah jawaban pertanyaan, tapi saya cerita tentang apa yang ada di benak saya tentang unek2 saya terhadap apa yang selama ini menjadi kejanggalan. Setelah saya performed, saya nggak peduli lagi mau dapet nilai apa di situ. Yang saya tahu, saya sudah memberikan yang terbaik, saya melakukan apa yang saya suka. Saya berbagi argument saya ke orang-orang yang hadir saat itu, mereka mau setuju dengan argument saya atau nggak, itu urusan mereka  –  –mungkin sebelum saya sidang, ada sebagian yang mengingatkan saya tentang sikap saya yang kadang tidak pantas untuk diperlihatkan didepan para penguji. karena akan ada penilaian karakter dan sejenisnya. I am the one who always believe that character should not be judged by numbers, and I don’t really care what they think about me, as long as it does not harm others. What i know, i don’t have to be someone else for the sake of winning this. Saya nggak harus mencoba untuk ‘pura-pura jadi pendiam’ kalo saya aslinya nggak kayak gitu. Kalo saya mau mengekspresikan sesuatu, I will. I know that there are things that should be improved, but it is not conditional. It will come out naturally during the learning process. Kalo mereka memang menginginkan yang dapet nilai A+ adalah orang kayak saya (dengan segala kekurangannya), they will. Kalo nggak, ya berarti saya nggak sesuai dengan standar mereka. Tapi bukan berarti standar mereka yang paling benar.

Dan mungkin seperti teman-teman yang ketahui, ternyata ini semua membuahkan hasil yang memuaskan.

Selama proses skripsi  ini, saya belajar banyak dari semuanya. Mulai dari my classmate, dimana saya bisa stay bareng-bareng sama mereka berhari hari. Bisa kenal dengan karakter asli semuanya, bisa belajar langsung dari mereka semua dengan segala kelebihan, keunikan, dan kekurangannya. Di ISID, dimana saya bisa ketemu sama teman-teman dan dosen dosen yang dahsyat, yang sudah ngasih dampak lewat keilmuannya ataupun sekitar (masyarakat pesantren) dengan cara mereka masing-masing.
Jalan masih panjang, dan masih banyak yang harus saya perbaiki dalam banyak hal. Cuman paling nggak saya belajar satu hal, bahwa bagaimanapun beban yang kamu pegang, betapa besarpun ekspektasi orang-orang terhadap kamu, jangan sampe itu membuat kamu ‘berbohong’ sama diri kamu sendiri. Memaksakan sesuatu yang kamu nggak suka, sesuatu yang bukan kapasitas kamu, dll. Kamu yang tahu apa yang terbaik dari diri kamu. Jadikan komentar orang lain bukan untuk mengontrol kamu melakukan A, B, atau C, tapi cuma jadi komplementer untuk membantu kamu mengambil sikap. At the end, sikap apa yang kamu ambil, itu terserah ke kamu nya.
Dalam setiap hal yang saya kerjakan, ada sesuatu yang jauh lebih besar dari sekedar mendapatkan hasil akhir yang bagus atau menjadi yang terbaik. Motif utama saya agar dapet nilai A+ adalah, lebih kepada keinginan saya untuk bisa ngasih kado (terakhir mungkin), sebelum saya lulus kuliah, ke orang-orang yang udah berjasa besar buat saya selama ini. dan at least saya pengen banget bisa bikin mereka bangga, dan dapat spotlight buat kerja keras mereka ngedidik saya selama ini. Saya pengen banget bisa ngasih ‘kegembiraan’ buat teman-teman se MUAMALAT, Azhaa grade khususnya yang udah berarti besar dalam proses saya belajar di ISID selama 4 tahun terakhir, teman-teman yang membantu ngebentuk saya jadi siapa saya sekarang. Teman-teman yang nggak peduli sebenarnya apa saya mau dapet nilai berapa, karena mereka tetap akan ngedukung saya. Tapi kalo saya bisa kasih yang terbaik buat semua jasa baik mereka, kenapa nggak? Adapun hadiah-hadiah yang lain, jadi bonus lah.

Dan yang saya tahu, saya nggak akan bisa mencapai itu semua, bikin mereka bahagia, kalo saya sendiri juga nggak bahagia. Kalo saya sendiri nggak nyaman sama apa yang dilakukan. And yeah, I know I do what I love, and I love what I do.  People may construct what is good and what is wrong, but living in theirs will never get me to the end. At the end of the day, I am the one who know what makes me happy. I just need to stay true. Semesta mendukung.
“ Robbuna Yusahhil,,,,,”